Elizabeth
lahir tahun 1533 di Greenwich, Inggris. Ayahnya, Raja Henry VIII,
perintis babak pembaharuan Inggris. Ibunya, Anne Boleyn, adalah istri
kedua Henry. Anne dipenggal kepalanya hingga menggelinding bagai sebutir
nyiur tahun 1536 dan beberapa bulan kemudian parlemen keluarkan
pengumuman bahwa Elizabeth yang waktu itu berumur tiga tahun sebagai
"anak sundal." (Ini merupakan sikap umumnya kaum Katolik Inggris yang
tidak menganggap sah perceraian Henry dengan istri pertamanya). Meski
ada kutukan parlemen, Elizabeth dibesarkan dalam rumah tangga kerajaan
dan peroleh pendidikan baik.
Henry
VIII tutup usia tahun 1547 tatkala umur Elizabeth tiga belas tahun.
Sebelas tahun sesudah itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa dianggap
berhasil. Edward VI, saudara tiri Elizabeth naik tahta antara tahun 1547
sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, kentara sekali politik pro
Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu mendukung
supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik Romawi. Selama
pemerintahannya kaum Protestan Inggris diuber-uber dan ditindas, bahkan
sekitar tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini menyebabkan ratu dapat
julukan tak sedap: "Mary yang berdarah." Elizabeth sendiri ditahan dan
disekap di Menara London. Kendati akhirnya dibebaskan, hidupnya dalam
beberapa waktu berada dalam ancaman bahaya. Tatkala Mary tutup usia
(tahun 1558) Elizabeth yang sudah berumur dua puluh lima tahun naik
tahta. Kenaikan ini memberi kecerahan buat penduduk Inggris.
Banyak
masalah yang menghalang ratu muda belia ini: peperangan melawan
Perancis; hubungan tegang dengan Skotlandia dan Spanyol; kondisi moneter
pemerintah; dan di atas segala-galanya itu adalah awan gelap perpecahan
agama yang bergantung di atas kepala Inggris.
Kemelut
terakhir ini ditangani lebih dulu. Tak lama sesudah Elizabeth naik
tahta, undang-undang tentang "Supremasi dan Persamaan" disahkan tahun
1559, menetapkan Anglican sebagai agama resmi Inggris. Ini memuaskan
pihak kaum Protestan moderat, tetapi kaum Puritan menghendaki perubahan
yang lebih drastis. Meskipun menghadapi oposisi kaum Puritan di satu
pihak dan kaum Katolik di lain pihak, selama masa pemerintahannya tetap
bertahan memantapkan kompromi yang tertera dalam undang-undang tahun
1559.
Situasi
keagamaan menjadi ruwet dengan keadaan yang berkaitan dengan Ratu Mary
dari Skotlandia. Mary dipaksa meninggalkan Skotlandia dan melarikan diri
ke Inggris. Sesampai di Inggris dia menjadi tahanan Ratu Elizabeth.
Langkah Elizabeth ini bukanlah atas dasar kekerasan dan semau-maunya:
Mary penganut Katolik Romawi dan juga punya tuntutan yang layak
menggantikan tahta Elizabeth. Ini berarti, andaikata ada pemberontakan
atau pembunuhan yang berhasil, Inggris akan punya lagi ratu beragama
Katolik. Selama penahanan Mary yang sembilan belas tahun itu memang ada
beberapa kali komplotan menghadapi Elizabeth dan ada cukup bukti
keterlibatan Mary. Akhirnya di tahun 1587 Mary dihukum mati. Elizabeth
menandatangani vonis hukuman itu dengan agak ogah-ogahan. Para
menterinya dan umumnya anggota parlemen menginginkan supaya Mary dibunuh
lebih cepat lebih baik.
Pertentangan
agama betul-betul membahayakan Elizabeth. Di tahun 1570 Paus Pius V
mengucilkan dan memerintahkannya turun tahta; dan di tahun 1580 Paus
Gregory XIII mengeluarkan pengumuman bahwa tidaklah berdosa membunuh
Elizabeth. Tetapi, keadaan juga yang menguntungkan Elizabeth. Sepanjang
masa pemerintahannya, kaum Protestan tercekam rasa takut terhadap
kebangunan kembali Agama Katolik di Inggris. Elizabeth menampakkan
dirinya bagai perisai menghadapi kebangunan itu. Dan ini merupakan
sumber penyebab pokok kepopulerannya di kalangan massa Protestan Inggris
yang besar itu.
Elizabeth
menangani politik luar negeri dengan cermat, luwes, dan berpandangan
jauh. Di awal-awal tahun 1560 dia merampungkan "Perjanjian Edinburgh"
yang menjamin penyelesaian damai dengan Skotlandia. Perang dengan
Perancis berakhir dan hubungan kedua negara membaik. Tetapi,
angsur-berangsur keadaan memaksa Inggris terlibat pertentangan dengan
Spanyol. Elizabeth berusaha menghindari perang, tetapi buat Katolik
militan Spanyol abad ke-16, perang antara Spanyol dengan Protestan
Inggris sulit terelakkan. Pemberontakan di Negeri Belanda melawan
penguasa Spanyol merupakan faktor pembantu: pemberontak Belanda umumnya
penganut Protestan dan tatkala Spanyol menggenjot pemberontak, Elizabeth
membantu Negeri Belanda, meskipun sebenarnya Elizabeth pribadi tak
punya gairah berperang. Umumnya rakyat Inggris seperti juga para menteri
dan parlemen lebih bernafsu angkat senjata daripada Elizabeth. Karena
itu, ketika perang dengan Spanyol akhirnya meletus juga di tahun 1580an,
Elizabeth peroleh dukungan kuat rakyat Inggris.
Bertahun-tahun
Elizabeth secara tekun membangun Angkatan Laut Inggris; tetapi, Raja
Philip II dari Spanyol juga bergegas membangun armada besar --Armada
Spanyol-- untuk melabrak Inggris. Armada Spanyol punya kapal-kapal yang
hampir seimbang banyaknya dengan kepunyaan Inggris, tetapi kelasinya
lebih sedikit; lebih dari itu, pelaut Inggris lebih terlatih baik dan
kualitas kapal serta persenjataan meriamnya lebih bagus. Pertarungan pun
pecah tahun 1588, dan pertempuran laut yang seru itu berakhir dengan
kekalahan mutlak pihak Spanyol. Sebagai akibat kemenangan ini, Inggris
menjadi mantap selaku kekuatan Angkatan Laut paling jempol di dunia,
posisi yang tetap dipegangnya hingga abad ke 20 ini.
Elizabeth
senantiasa cermat dalam soal keuangan. Di awal-awal pemerintahannya
kondisi keuangan kerajaan Inggris sungguh sehat. Tetapi-tentu saja
cekcok dengan Spanyol meminta biaya mahal dan di akhir pemerintahannya
keadaan keuangannya amat miskin. Tetapi, kendati kerajaan miskin,
keadaan negara secara keseluruhan berkondisi lebih makmur ketimbang pada
waktu Elizabeth melekatkan mahkota di ubun-ubunnya.
Pemerintahan
Elizabeth selama empat puluh lima tahun (dari tahun 1558 sampai 1603)
sering dianggap "Jaman keemasan Inggris." Beberapa penulis termasyhur
Inggris, termasuk William Shakespeare, hidup di jaman itu. Jelas-jelas
Elizabeth punya saham dalam perkembangan kultural ini. Dia beri semangat
teater Shakespeare menghadapi oposisi pemerintahan lokal kota London.
Tetapi, tak ada perkembangan musik atau lukisan yang bisa menandingi
perkembangan kesusastraan.
Era
Elizabeth juga menyaksikan bangkitnya Inggris selaku penjelajah. Ada
berulang kali perjalanan ke Rusia dan percobaan-percobaan oleh Martin
Frobisher dan oleh John Davis mencari jalan arah barat laut menuju Timur
Jauh. Sir Francis Drake berlayar keliling dunia (dari tahun 1577 hingga
1580), menjejakkan kaki di California dalam perjalanan itu. Juga ada
percobaan yang gagal (oleh Sir Walter Raleigh dan lain-lainnya)
mendirikan pemukiman di Amerika Utara.
Kekurangan
Elizabeth terbesar mungkin ogah-ogahan menyediakan peluang buat
pergantian tahtanya. Bukan saja dia tak pernah kawin, tetapi dia selalu
menghindari menetapkan penggantinya. (Mungkin karena dia takut, jika dia
tunjuk seseorang jadi penggantinya akan segera jadi rivalnya). Apa pun
alasan Elizabeth tidak mau menyebut penggantinya, kalau saja dia mati
muda (atau kapan saja sebelum matinya Mary dari Skotlandia), Inggris
mungkin sudah kecemplung dalam kancah perang saudara sesudah
penggantian. Nasib baik buat Inggris, Elizabeth hidup sampai umur tujuh
puluh tahun. Di atas tempat tidur menjelang rohnya melayang, dia sebut
Raja James II dari Skotlandia (putera Mary dari Skotlandia) menjadi
penggantinya. Meskipun ini berarti persatuan antara Inggris dan
Skotlandia di bawah satu mahkota, ini merupakan pilihan yang
membingungkan. Baik James maupun puteranya Charles I terlampau otoriter
buat selera Inggris, dan di abad tengah perang saudara pun meledaklah.
Elizabeth
punya kecerdasan yang melebihi orang biasa dan seorang politikus yang
cakap, tegas, punya pandangan luas. Berbarengan dengan itu dia punya
kehati-hatian dan konservatif. Dia mengidap ketidaksukaan berperang dan
pertumpahan darah meskipun jika diperlukan dia bisa bersiteguh. Seperti
halnya ayahnya, dia menjalankan pemerintahan dengan kerjasama parlemen
dan bukan melawannya. Karena dia tidak kawin, maka tampaknya dia masih
perawan seperti dikemukakannya di muka umum. Tetapi, tidaklah pula
terlalu benar jika dianggap dia itu termasuk jenis perempuan pembenci
lelaki. Malah sebaliknya, dia jelas menyukai pria dan gemar bergaul
dengannya. Elizabeth punya kemampuan memilih menteri-menterinya yang
becus. Sebagian dari hasil-hasil yang dicapainya antara lain berkat
Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi penasihat utamanya sejak
tahun 1558 hingga matinya di tahun 1598.
Pokok-pokok
keberhasilan Elizabeth bisa diringkas sebagai berikut Pertama, dia
memimpin Inggris selama tahap kedua jaman pembaharuan tanpa pertumpahan
darah yang berarti. (Berbeda dengan Jerman di mana tiga puluh tahun
perang (1618-1648) membunuh lebih dari dua puluh lima persen penduduk,
sungguh menyolok). Selain dia, meredakan rasa benci keagamaan antara
Katolik Inggris dan Protestan Inggris, dia berhasil pula menjaga
persatuan bangsa. Kedua, empat puluh lima tahun pemerintahannya --Era
Elizabeth-- umumnya dianggap jaman keemasan suatu bangsa besar di dunia.
Ketiga, adalah juga di masa pemerintahannya Inggris muncul selaku
kekuatan pokok, posisi yang bisa dipertahankannya berabad berikutnya.
Kedudukan
Elizabeth di dalam daftar urutan buku ini punya keluar biasaan yang
jelas. Pada pokoknya, buku ini merupakan daftar para inovator besar,
orang-orang yang mengedepankan gagasan-gagasan baru atau membawa
perubahan sesuatu keadaan. Elizabeth bukanlah seorang pembaharu, bukan
seorang inovator, dan garis kebijaksanaan politiknya umumnya
berhati-hati dan konservatif. Kendati begitu, banyak kemajuan terjadi di
masa pemerintahannya dibanding umumnya penguasaa yang dengan sadar
menghendaki kemajuan.
Elizabeth
tidak mencoba berhubungan langsung dengan persoalan gawat yang
merupakan urusan wewenang parlemen dan kerajaan. Tetapi, dengan cara
hanya menjauhi diri menjadi seorang despot, dia mungkin jadi pendorong
utama hidupnya demokrasi di Inggris daripada dia mengumumkan sebuah
konstitusi demokratis. Elizabeth tidak mencari kehebatan bidang militer
dan pula tidak berminat membangun suatu empirium besar. (Memang, di
bawah Elizabeth, Inggris tidaklah punya tanda-tanda sebuah empirium).
Kendati begitu, dia mewariskan Inggris Angkatan Laut terkuat di dunia
dan meletakkan dasar-dasar empirium Inggris yang menyusul kemudian.
Kebesaran
empirium seberang lautan Inggris diperoleh sesudah matinya Elizabeth,
paling tidak sebagian terbesamya. Banyak orang yang memainkan peranan
penting pembentukan empirium Inggris yang dalam beberapa hal bisa
dianggap sebagai hasil wajar ekspansi Eropa secara umum dan kedudukan
geografis Inggris. Haruslah pula dicatat bahwa banyak negara Eropa lain
yang berpantaikan Samudera Atlantik (Perancis, Spanyol dan bahkan
Portugis) juga membangun empirium besar.
Lagi
pula, peranan Elizabeth mempertahankan Inggris dan ancaman Spanyol
mudah dilebih-lebihkan. Jika dikaji, tidaklah tampak Spanyol itu pernah
merupakan ancaman serius terhadap kemerdekaan Inggris. Haruslah diingat,
pertarungan antara armada Inggris lawan armada Spanyol sama sekali
tidak terlalu berlangsung secara jarak dekat. (Tak satu pun Inggris
kehilangan kapalnya!). Dan lebih jauh dari itu, bahkan andaikata Spanyol
berhasil mendaratkan pasukan di Inggris, sukarlah dibayangkan mereka
dapat menaklukkannya. Angkatan bersenjata Spanyol tidak pernah mencapai
kemenangan yang mengesankan di mana pun di Eropa. Jika Spanyol tidak
mampu menumpas pemberontakan di negeri Belanda, jelaslah tak ada
potongan dia bisa menaklukkan Inggris. Menjelang abad ke-16,
nasionalisme Inggris jauh lebih kuat dari kemungkinan Spanyol bisa
menaklukkannya.
Lantas
di mana Elizabeth mesti ditempatkan di daftar buku ini? Dasarnya dia
tokoh lokal. Jika dibandingkan dengan Peter yang Agung dari Rusia
tampaknya tak setara. Ditilik dari sudut fakta jelas Peter jauh lebih
inovatif ketimbang Elizabeth. Saya akan peroleh kesulitan meyakinkan
orang Rusia yang punya pikiran jernih bahwa Elizabeth ditempatkan lebih
tinggi dalam urutan dari Peter. Sebaliknya, diukur dari pentingnya
peranan yang dimainkan Inggris dan orang Inggris di abad-abad sesudah
Elizabeth adalah suatu kesalahan menempatkannya terlampau jauh di
belakang Peter. Dalam banyak hal, tampaknya jelas hanya sedikit
raja-raja dalam sejarah punya keberhasilan sebanyak Elizabeth.
0 komentar:
Posting Komentar